Monday, June 20, 2011

A Leeson From A Child Story: A Great Passion Bring A Great Life


Murni dan segar adalah bunga-bunga yang berembun;
Jernih dan nyaring adalah kicauan burung-burung.
Awan berarak tenang, air laut kebiru-biriuan.
Siapakah penulis Kitab Sejati Tanpa Aksara?
Menjulang tinggi adalah pegunungan;
Hijau adalah pepohonan, dalam adalah lembah-lembah.
Angin berembus lembut, rembulan pun cerah.
Diam-diam kubaca Kitab Sejati Tanpa Aksara
[Zenkei Shibayama]-Kitab Sejati Tanpa Aksara


Kemarin malam, dalam perjalanan pulang dari sebuah supermarket, istri saya menceritakan sebuah kisah nyata yang dia baca dari link yang dikirimkan teman kami dari sebuah grup diskusi. Kisah itu bercerita tentang kejadian nyata yang dialami oleh seorang anak SD yang tinggal bersama neneknya di sebuah rumah yang beralaskan tanah dan tikar, berdinding hanya selutut orang dewasa di bawah sebuah jembatan ( bisa dibilang dalam perspektif  standard hidup perkotaan saat ini itu bukan sebuah rumah). Yang menjadi inti kisah tersebut adalah bagaimana kebesaran hati yang maha luas seperti sebuah samudera raya yang entah bagaimana caranya bisa ada dalam sebuah bejana tanah liat yang dihembus dengan sebuah hembusan menjadi sesosok yang namanya anak kecil dalam menghadapi berbagai kegetiran hidup di jaman ini. Kisah itu selengkapnya dapat dibaca di http://muda.kompasiana.com/2011/06/18/senyuman-alex/


Entah mengapa! Ketika istri saya menuturkan ulang kisah ini membuat saya yang saat itu sedang menyetir  seolah-olah melihat sebuah film layar lebar, dengan kaca depan mobil kami sebagai layar sorotnya, dimana tergambar jelas alur kisah tersebut dalam benak saya (yang untungnya tidak sampai menimbulkan masalah pandangan di tengah mengendarai mobil… ).  Kisah tersebut membuat saya dan anak kami terdiam khusyuk mendengarnya, entah mengapa juga anak kami yang biasanya aktif menjadi seolah terhipnotis dengan kisah tersebut, dalam relung hati saya ada keharuan yang menjelma menjadi sebuah keprihatinan dan simpati yang teramat mendalam  akan kisah anak tersebut.

Di ujung kisah tadi, saya teringat akan sebuah syair (di atas) yang menurut saya sangat luar biasa yang ditulis oleh Zenkei Shibayama, perlu diketahui ini satu-satunya syair Jepang yang saya ketahui dan member kesan mendalam akan maknanya.

Syair di atas menggambarkan keindahan alam sebagai sebuah maha karya yang dianalogikan dengan sebuah Kitab Tanpa Aksara, namun setelah mendengar kisah anak tadi, di benak saya muncul ide bahwa Kitab tersebut sejatinya juga mencakup kisah-kisah nyata yang dialami seluruh mahluk hidup, dengan salah satu ayatnya yang mengisi kitab tersebut adalah kisah anak tadi.

Namun, setelah saya renungkan lagi, ada ide lain muncul yang menyatakan bahwa kisah anak tersebut termasuk dan dicatat dalam Kitab Kehidupan. Dalam ajaran nasrani, kisah setiap orang akan dimasukkan ke dalam sebuah kitab yang bernama Kitab Kehidupan, yang akan dijadikan acuan untuk mempertimbangkan keadilan dalam pengadilan akhir untuk menentukan status kekekalannya apakah masuk surga atau neraka. 

“Wah, ada dua kitab dong kalau begitu?”  Saya bertanya-tanya sendiri dibuatnya.
Tidak seperti itu jika ditilik lebih lanjut keduanya merupakan Kitab Tanpa Aksara dan keduanya juga Sejati yakni sebagai Maha KaryaNya. Zenkei memaknai keindahan alam sebagai Maha KaryaNya dalam melukis alam di dunia ini untuk bisa dinikmati oleh kita semua dan saya setuju jika secara tanpa sadar menikmati keindahan alam berarti kita sedang membaca karyaNya yang Agung yang berupa tulisan Tanpa Aksara di alam ini. Namun saya menyadari karyaNya yang paling Agung adalah manusia dan kisahnya.

“ Manusia?” Barangkali banyak yang seia sekata dengan saya, tapi kisah seseorang apakah bisa disebut karyaNya yang paling Agung???

“Yap, salah satu contohnya adalah kisah anak tadi, bukan!” 

Saya sangat meyakini karena itulah anak tadi bisa dengan tabahnya menghadapi berbagai kegetiran hidup ini , karena itulah seorang anak kecil tadi bisa memiliki kebesaran hati sebesar samudera luas yang dimasukkan ke dalam sebuah bejana tanah liat yang diberi hembusan. Di tengah berbagai aspek ketidakadilan yang secara kasat mata terlihat menimpa anak ini diam-diam meruak keadlian sejati dari dalam dirinya…

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...